
Untuk studi mereka, para peneliti merekam teriakan 39 bayi berusia
enam bulan, 21 di antaranya berisiko autisme karena mereka memiliki
kakak kandung dengan kondisi tersebut. Bayi-bayi yang lain tanpa riwayat
keluarga autisme.
Sebuah analisis yang dibantu komputer menunjukkan tangisan bayi yang
berisiko autisme tinggi bernada lebih tinggi dan lebih bervariasi
daripada bayi yang berisiko rendah. Hasil ini hanya berlaku ketika
tangisan disebabkan oleh rasa sakit, seperti ketika bayi jatuh atau
terbentur kepalanya.
Pada saat bayi-bayi dalam penelitian itu mencapai usia tiga tahun,
tiga dari mereka didiagnosis memiliki autisme. Saat usia 6 bulan, ketiga
anak itu memiliki teriakan yang tertinggi. Mereka juga memiliki
teriakan yang terdengar lebih tegang, dengan “latar belakang kebisingan”
lebih tinggi dalam analisis komputer.
“Tetapi perbedaan dalam tangisan bayi autis mungkin tidak bisa
dideteksi oleh telinga kebanyakan orang, jadi hal ini bukan sesuatu yang
harus didengarkan orangtua,” kata peneliti Stephen Sheinkopf dari Brown
Alpert Medical School. “Kami tidak ingin orang tua menjadi cemas
mendengarkan teriakan bayi mereka”, tambahnya.
Terapi sedini mungkin
Penelitian sebelumnya di tahun 2010 menunjukkan bahwa bayi autis
berusia satu tahun membuat suara dan teriakan yang tidak khas, tapi
belum ada yang meneliti bayi berumur enam bulan. Jika dikonfirmasi dalam
penelitian yang akan datang, temuan ini dapat memungkinkan peneliti
untuk mengidentifikasi anak-anak berisiko autisme jauh sebelum masalah
perilaku yang khas menjadi jelas.
Para ilmuwan berharap dapat menggunakan metode ini untuk terapi dini
gangguan perkembangan pada anak-anak. Seringkali autisme baru ditemukan
di tahun kedua atau ketiga kehidupan, padahal semakin cepat terapi
dimulai, semakin besar peluang keberhasilan. “Semakin cepat kita dapat
intervensi, semakin besar perubahan jangka panjang yang dapat kita
lakukan untuk kebaikan anak,” kata Sheinkopf.
Larut dalam dunia pikiran
Anak-anak penyandang autisme hidup dalam pikiran mereka sendiri.
Mereka menghindari kontak dengan orang lain, termasuk orang tua mereka.
Mereka juga hanya sedikit merespon perawatan. Dalam banyak kasus,
autisme dikaitkan dengan keterbelakangan mental dan perkembangan bicara.
Jumlah anak-anak penyandang autisme di Indonesia meningkat pesat dalam
beberapa dekade terakhir, diperkirakan mencapai 2,4 juta anak saat ini.
Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan anak perempuan, namun
kondisi pada anak perempuan umumnya lebih berat.
0 komentar:
Post a Comment
No Sara and No Porn